KEINGINAN DAN HARAPAN

“We will get what we want, only when we’re ready for it”
“Kita hanya akan mendapatkan apa yang kita inginkan, di saat kita benar-benar siap untuk menerimanya”
Quote tersebut menjelaskan mengapa seorang anak yang sangat menginginkan sekantung penuh permen dan es krim, biasanya tidak pernah mendapatkannya, demikian pula dengan orang dewasa yang menginginkan
mobil sport terbaru, rumah mewah di kawasan elite, dan deposito miliaran rupiah, seringkali tidak mendapatkannya di masa mereka sangat menginginkannya.

Alasannya sangat sederhana, karena alam menganggap apa yang diinginkan tersebut belum saatnya diberikan pada seseorang, semata karena mereka belum siap. Bagai anak tadi, pada usia 5 tahun, apa yang akan terjadi bila ia mendapatkan permen dan es krim sebanyak yang ia mau.. sebaliknya, alam mengijinkan orang dewasa untuk mendapatkan permen dan es krim sebanyak yang mereka mau, bila mereka menginginkannya.. karena sebagai orang dewasa, telah mengetahui dampak baik dan buruk dari apa yang diinginkannya.

Jadi bila kita belum mendapatkan apa yang kita inginkan, maka introspeksilah barang sejenak, sadari apakah kita memang belum siap untuk mendapatkan apa yang kita inginkan tersebut dan mengapa kita belum siap. Namun hal ini bukanlah menjadi alasan untuk berhenti berusaha, karena seseorang tetap harus berusaha agar apa yang layak diterima, dapat diperoleh pada saat yang tepat dimana kita siap untuk mendapatkannya.

HUKUM GUGAT CERAI

Pertanyaan:

Ustadz, saya ingin menanyakan mengenai persoalan gugat cerai yang menjadi tren saat ini. Saya baca di koran bahwa perceraian di Indonesia tertinggi di dunia. Menurut Nazarudin Umar, gugat cerai sekitar 80% [dari jumlah kasus perceraian]. Ini sudah kebablasan. Faktor penyebab utama adalah pengaruh selebriti yang gonta-ganti pasangan (infotainment), KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), masalah ekonomi, tidak cinta lagi, dan sebagainya.
Pertanyaan: bagaimana hukumnya gugat cerai yang tren saat ini yang kadang kala alasan gugat cerai bukan hal yang mendasar dalam syariat? Bagaimana bila si istri dengan sabar karena Allah (ibadah) mempertahankan rumah tangga meskipun ada rintangan/soalan dalam rumah tangga, apakah ini ajuran agama atau bukan? Mohon dengan sangat penjelasannya. Terima kasih.

Jawaban:

Angka 80% sebagaimana dikutip penanya dan pertanyaan yang diajukan sehubungan hukum gugat cerai kelihatannya merujuk pada kasus gugat cerai istri pada suami. Penyebab tingginya angka tersebut sudah disebutkan.
Gugat Cerai oleh Suami
Dalam hukum perkawinan Islam, suami memiliki wewenang untuk menceraikan istrinya dengan syarat-syarat tertentu, misalnya istri tidak dalam keadaan haidh. Bila suami sudah mengucapkan sighat (lafad) talak, maka berakhirlah ikatan perkawinan antara keduanya, meskipun kasus tersebut tidak diajukan kepada pengadilan (Hakim). Suami juga boleh mewakilkan sighat talaknya kepada pihak lain yang dikehendakinya, seperti Hakim, tokoh agama, dan lain-lain.
Gugat Cerai oleh Istri
Dalam kondisi tertentu, istri diperbolehkan mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya. Ada dua istilah yang dipergunakan pada kasus gugat cerai oleh istri, yaitu fasakh dan khulu’:
1. Fasakh

Fasakh adalah pengajuan cerai oleh istri tanpa adanya kompensasi yang diberikan istri kepada suami, dalam kondisi di mana:Pertama suami tidak memberikan nafkah lahir dan batin selama enam bulan berturut-turut. Kedua suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa ada kabar berita (meskipun terdapat kontroversi tentang batas waktunya). 

Ketiga suami tidak melunasi mahar (mas kawin) yang telah disebutkan dalam akad nikah, baik sebagian ataupun seluruhnya (sebelum terjadinya hubungan suami istri). Keempat adanya perlakuan buruk oleh suami seperti penganiayaan, penghinaan, dan tindakan-tindakan lain yang membahayakan keselamatan dan keamanan istri. Jika gugatan tersebut dikabulkan oleh Hakim berdasarkan bukti-bukti dari pihak istri, maka Hakim berhak memutuskan (tafriq) hubungan perkawinan antara keduanya. 

2. Khulu’

Khulu’ adalah kesepakatan penceraian antara suami istri atas permintaan istri dengan imbalan sejumlah uang (harta) yang diserahkan kepada suami. Penceraian semacam ini pernah terjadi pada masa Rasulullah. Jamilah binti Sahal, istri dari Tsabit bin Qais, merupakan wanita pertama yang melakukan khulu’ dalam Islam. Dikisahkan oleh Ibnu Abbas:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتِبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ وَلا دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الإسْلامِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْبَلْ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَةً.


“Dari Ibnu Abbas r.a. diceritakan: Istri Tsabit bin Qais datang menemui Rasulullah SAW dan ia berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak mencela suamiku Tsabit bin Qais baik dalam hal akhlak maupun agamanya. Hanya saja aku khawatir akan terjerumus ke dalam kekufuran setelah (memeluk) Islam (karena tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri)”. Rasulullah bersabda:” Apakah kamu bersedia mengembalikan kebun itu kepada suamimu? Wanita itu menjawab: “Saya bersedia”, lalu Rasulullah berkata kepada suaminya: “Ambilah kebun itu dan ceraikan istrimu”. (HR.Bukhari)

Dalam surat al-Baqarah Allah berfirman:


وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ


” …Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya…. “(QS Al-Baqarah[2]:229)

Berdasarkan hadits dan ayat di atas, para ulama seperti Ibnu hajar al-’Asqalaniy dan ath-Thibiy mengaitkan pembolehan khulu’ dengan:  Pertama adanya kekhawatiran istri akan ketidakmampuannya menjalankan kewajiban sebagai istri bila terus tinggal bersama suami yang tidak dicintainya bahkan yang dibencinya;  Kedua timbulnya rasa tidak suka terhadap suami disebabkan oleh kekurangan fisiknya atau keburukan akhlaknya Ketiga adanya kekhawatiran istri bahwa perubahan perasaannya terhadap suami akan menjerumuskannya ke dalam dosa dan fitnah, seperti membuatnya bersikap kasar, membangkang, serta tindakan-tindakan lain yang dapat melukai dan menyakiti hati suaminya. 

Imam Malik bahkan membolehkan khulu’ dalam kondisi istri tidak dapat mencintai dan melayani suaminya disebabkan kekurangan fisiknya, minimnya ilmu agamanya, kelalaiannya menjalankan perintah agama, kelanjutan usianya ataupun kondisinya yang lemah dan dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai suami, sehingga menelantarkan hak-hak istri.

Besarnya ‘iwadh (kompensasi) yang diberikan istri kepada suami tergantung kesepakatan mereka dan disunatkan tidak melebihi jumlah mahar yang telah diberikan kepada istri. Berbeda dengan fasakh, dalam kasus khulu’ ini yang berhak menjatuhkan dan mengucapkan lafadh talak adalah suami, baik dengan sepengetahuan Hakim ataupun tidak.

Efek Hukum Fasakh dan Khulu’

Efek hukum yang ditimbulkan fasakh dan khulu’ adalah talak ba-in sughra, yaitu hilangnya hak rujuk pada suami selama masa ‘iddah. Artinya, apabila lelaki tersebut ingin kembali kepada mantan istrinya maka ia diharuskan melamar dan menikah kembali dengan perempuan tersebut. Sementara itu, istri wajib menunggu sampai masa ‘iddahnya berakhir apabila ingin menikah dengan laki-laki yang lain.

Bersabar dan Memperbaiki Diri

Fasakh dan khulu’ tanpa alasan yang dibolehkan syara’, ditempuh sebagai legitimasi untuk melakukan hal-hal yang dilarang agama, seperti untuk mendapatkan kebebasan, adalah hal yang dilarang dan pelakunya akan menerima laknat Allah SWT. Nabi bersabda:


عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلَاقًا فِي غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ


“Dari Tsauban r.a. ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda, “Perempuan mana saja yang menuntut cerai dari suaminya tanpa sebab-sebab yang mendesak, maka diharamkan baginya (mencium harumnya) bau syurga”. (HR. Abu Daud)

Jumhur ulama juga melarang khulu’ ketika rumah tangga dalam kondisi stabil, adanya hubungan baik antara suami istri, serta tidak adanya hal-hal yang mendesak terjadinya perceraian. Khulu’ dalam kondisi ini akan menghancurkan tujuan dan maslahat dari perkawinan itu sendiri.

Jika suami sangat mencintai istrinya dan menolak khulu’ maka dianjurkan bagi istri untuk bersabar dan tetap tinggal bersamanya. Mudah-mudahan perasaannya terhadap suaminya dapat berubah seiring dengan berjalannya waktu. (Lihat kitab Kasysyaf al-Qina’.)

Menghancurkan perkawinan memang lebih mudah daripada menjaganya, dan dampak yang ditimbulkannya sangat merugikan kedua belah pihak. Perceraian adalah sesuatu yang sangat dibenci Allah. Bersabar merupakan jalan terbaik yang dapat ditempuh oleh istri dalam menghadapi segala cobaan yang menimpa kehidupan rumah tangganya. Kesabaran dan saling pengertian adalah kunci kesuksesan yang akan berbuah kebahagian dan kesenangan. Allah akan selalu berada di sisi orang-orang yang sabar. Innallaha ma’a ash-shabirin. Pada saat bersamaan, suami juga hendaknya memperbaiki dirinya agar kesabaran istri mudah diwujudkan dan rumah tangga harmonis kembali terbina. Wallahu Ta’ala a’lam.

Sumber : http://ruslihasbi.wordpress.com
Oleh : Ustad Rusli Hasbi

Roda Kehidupan

Ketika Hati berbicara Alam pun berbicara
Ketika Cahaya Berbicara Ketenangan diripun Akan ada
Seiring dengan datangnya Sang Fajar yang menyingsing di pagi hari
Hati pun mulai berdawai bak nyanyian burung dipagi hari
Ku teruskan langkah kaki ku untuk melalui piranti sang Waktu..
Sampai saatnya nanti...ketika rentang waktupun berhenti
Dan akupun tertidur dalam tenang ku


Tatkala kita melihat roda yang berputar, tak akan bisa berjalan manakala tak ada poros yang menggerakkannya.Begitu juga dengan kehidupan.Peran yang diperankan masing-masing orang memiliki perbedaan alur ceritanya...Terkadang manusia memerankan peran sebagai seseorang yang berjiwa besar..ada kalanya juga manusia memerankan peran menjadi orang yang ber jiwa lemah dan putus asa.

Ketika alur kehidupan manusia itu berada pada peran diatas segala-galanya terkadang manusia tak pernah mengerti tentang amanah yang diembannya...Allah memberikan Jabatan, kekayaan,..itu dengan satu tujuan agar manusia mau berdikari dan beribadah sehingga Manusia akan selalu melihat orang lain dengan lebih objektif dan terbuka. 

Begitu juga ketika manusia diberikan ujian untuk memerankan peran menjadi kaum duafa yang berada di bawah garis kemiskinana baik dari sisi ekonomi maupun sosial budaya. Terkadang mereka tidak menggunakan akal dan fikiran nya untuk selalu menerima dan mau merefleksikan diri bahwa betapa pentingnya hidup mereka.

Mereka selalu rendah diri dan melihat ke atas tanpa mereka mau melihat orang-orang yang lebih berat cobaannya. Ada pepatah mengatakan bahwa : 

"BERAKIT-RAKIT KE HULU BERRENANG-RENANG"

Sungguhlah tak ada artinya apabila kita menyiakan waktu dan usia untuk selalu berlarut-larut dalam penyesalan dan menyalahkan diri sendiri...Yang harus kita lakukan adalah "Lakukan Sesuatu Yang terbaik untuk Hidup mu.."Karena dengan Melakukan sesuatu yang Positif kIta bisa mengoptimalkan potensi dan Kemampuan sebaik mungik dan akan lebih dihargai kapanpun dan dimanapun
 

Kata-Kata Mutiara

Cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu menitikan air mata dan masih peduli terhadapnya,adalah ketika dia tidak memperdulikanmu dan kamu masih menunggunya dengan setia.Adalah ketika di mulai mencintai orang lain dan kamu masih bisa tersenyum dan berkata” aku turut berbahagia untukmu ”

Free CSS Template by CSSHeaven.org TNB